WELCOME TO MEDICAL WORLD

Selasa, 28 Oktober 2014

Gangguan Fungsi Paru Pada Saluran Napas


Selain menilai kondisi organ paru, diagnosis penyakit paru perlu pula menentukan kondisi fungsionalnya. Dengan mengetahui keadaan fungsi paru, maka beberapa tindakan medis yang akan dilakukan pada penderita tersebut dapat diramalkan keberhasilkannya, disamping itu progresivitas penyakitnya akan dapat diketahui. Oleh karena itu pemeriksaan faal paru saat ini dikategorikan sebagai pemeriksaan rutin.




1.      Penyakit Paru Obstruktif Menahun
Beberapa penyakit paru yang jelas secara anatomi, memberikan tanda kesulitan pernapasan yang mirip, yaitu terbatasnya jalan udara yang kronis, terutama bertambahnya resistensi terhadap jalan udara saat ekspirasi. Yang terpenting dalam gangguan ini adalah bronkitis kronis, bronkiolitis dengan terlihatnya cabang-cabang kecil berdiameter kurang dari 2 mm dan emfisema, ditandai dengan pembesaran rongga-rongga udara dibagian distal dari bronkioli terminalis dan kerusakan pada septa alveoli. Bronkitis dan bronkiolitis menambah resistensi jalan udara, karena proses peradangan dan sekret yang menyempitkan jalan udara. Kerusakan karena emfisema dinding septa tidak hanya mengurangi rekoil elastik dari paru tetapi juga disertai oleh penyakit jalan udara kecil. Seringkali sulit membedakan secara klinik, keadaan ini sering disebut Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM), termasuk di dalamnya penyakit asma dan bronkiektasis. Penyakit asma biasanya ditandai dengan serangan obstruksi spasmodik jalan udara, tetapi kadang-kadang menyebabkan penyempitan jalan udara yang terus-menerus pada keadaan seperti asmatis bronchitis kronik.
Keadaan klinik ; penyakit dari kedua saluran udara yang besar maupun yang kecil berperan dalam terjadinya PPOM. Perlu ditekankan kembali bahwa bronkitis sendiri untuk beberapa saat dapat terjadi tanpa menyebabkan disfungsi ventilasi, tetapi dapat menyebabkan batuk prominem dan dahak yang produktif. Bila terjadi sesak nafas hipoksemia dan hiperkapnea. Oksigenisasi tidak adekuat dari darah dapat menimbulkan sianosis. Hipoksemia kronis dapat juga menyebabkan vasokontriksi paru persisten.
Perjalanan klinis dari penderita PPOM terbentang mulai dari apa yang dikenal sebagai pink puffers sampai blue bloaters. Tanda klinis utama dari pink puffers (berkaitan dengan emfisema panlobular primer)adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dengan pembentukan sputum yang berarti. Biasanya dispnea mulai timbul diusia 40 tahun dan semakin lama semakin berat. Pada ujung ekstrim lain dari PPOM didapati penderita blue bloaters (bronkitis tanpa bukti-bukti emfisema obstruktif yang jelas),penderita penyakit ini disertai dengan batuk produktif dan
berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun sebelum tampak ganguan fungsi. Akan tetapi, akhirnya timbul gejala dispnea pada waktu penderita melakukan kegiatan fisik.
Perjalanan PPOM ditandai dengan”batuk merokok” atau ”batuk pagi hari” disertai pembentukan sedikit sputum mukoid, infeksi saluran pernapasan berlangsung lebih lama. Akhirnya serangan bronkitis akut makin sering timbul, terutama pada musim dingin, dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai usia 50-60-an penderita mungkin harus berhenti bekerja




1.      Emfisema
Emfisema didefenisikan sebagai suatu pelebaran normal dari ruang-ruang udara paru disertai dengan destruksi dari dindingnya. Pelebaran ruang udara yang tidak disertai destruksi disebut overinflasi atau hiperinflasi. Beberapa jenis emfisema :
A.    Emfisema sentrilobular termasuk kelainan pada asinus proksimal (bronkioli respiratorik), namun bila progresif, dilatasi dan destruktif dari dinding distal alveoli juga akan terjadi. Secara khas perubahan akan lebih sering dan lebih berat dibagian atas daripada dibagian zone bawah lobus, bentuk emfisema ini adalah penyakit yang paling dominan pada perokok.
B.     Emfisema panasinar ; terjadi pelebaran alveoli yang progresif dan duktus alveoli, serta hilangnya dinding batas antara duktus alveoli dan alveoli. Dengan progresifitas dan destruktif dari dinding alveoli ini, ada simplikasi dari struktur paru. Bila proses menjadi difus, biasanya lebih jelas tandanya pada lobus bawah, bentuk emfisema ini lebih sering terjadi pada wanita dewasa, walaupun perokok dapat menyebabkan bentuk dari emfisema ini, namun hubungan tersebut tidak sesering pada emfisema sentilobuler.
C.     Emfisema parasepta atau sub pleura ; biasanya terbatas pada zona sub pleura dan sepanjang septa interlobaris, yang ditandai dengan keterlibatan asinus distal, alveoli dan kadang-kadang duktus alveoli.Bentuk ini sering menimbulkan gelembung bula yang besar langsung di bawah pleura, dan juga dapat menimbulkan pneumotoraks pada dewasa muda.
D.    Emfisema ireguler ; emfisema ini sering dihubungkan dengan parut paru, bentuk ini biasanya terbatas ekstensinya, karena itu hanya menyebabkan dampak yang kecil pada fungsi pernapasan.

2.      Penyakit paru Interstisial (Restriktif)
Penyakit paru interstisal dimulai dengan proses peradangan interstisal terutama yang mengenai septa-septa, sel imunokompeten yang aktif dan kemudian terkumpul di dinding alveolar yang menjadi penyebab kerusakan. Akibat yang paling ditakutkan dari penyakit ini adalah penebalan fibrosis dinding alveolar yang menimbulkan kerusakan menetap pada fungsi pernafasan. bersamaan dengan itu,menyebabkan pembuluh darah harus menyempit dan menyebabkan hipertensi pulmonalis, pelebaran dinding alveolar dan kontraksi jaringan fibrosis dapat mengecilkan ukuran rongga udara dan paru menjadi berkurang kemampuannya, sehingga pertukaran gas mengalami gangguan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberi komentar yang membangun dengan menggunakan bahasa yang baik dan sopan.